SUKABUMITREN.COM - Beda zaman, beda persoalan, beda pula caranya menyelesaikan. Bila warga era kini dimudahkan mencari jawab atas semua masalah dengan meng-klik mesin pencari nan pintar bernama “Google”, maka kondisi pada tahun 1960-an jelas lain lagi.
Kala itu, yang namanya majalah, koran, atau apa pun produk tulis cetak lainnya adalah tempat berpaling warga, jika ingin mencari solusi atas segala masalahnya. Kepercayaan warga atas produk tulis cetak saat itu sedemikian besar, sehingga apa pun artikel yang tersaji di dalamnya hampir pasti senantiasa diyakini kebenarannya.
Baca juga: Kinerja Positif KA Pangrango, Januari-September 2024 Layani 657 Ribu Lebih Penumpang Bogor-Sukabumi
Bahkan, bila artikel itu berisikan “sesuatu” yang pada era sekarang mungkin akan jadi bahan perdebatan. Yaitu artikel tentang “mantra”, “rapal”, “jampi-jampi”, atau di kalangan warga Sunda dikenal dengan istilah khas: “Jampe-Jampe”.
Sebutan lainnya, yang juga pernah amat-sangat populer pada masa itu, adalah asihan (pengasih), singlar (pengusir), jangjawokan (jampi-jampi), rajah (kata-kata pembuka jampi-jampi), ajian (jampi-jampi kekuatan), dan pelet (guna-guna). Tujuan penggunaan “Jampe-Jampe” ini, bisa untuk kebaikan, bisa pula untuk kejahatan.
Majalah Mangle koleksi Penulis
Merujuk “Kamus Umum Bahasa Indonesia” karya Welfridus Josephus Sabarija (W.J.S.) Poerwadarminta, terbitan 1988, halaman 558, mantra adalah perkataan atau ucapan yang bisa mendatangkan daya gaib, semisal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya.
Umumnya, susunan kata dalam mantra berunsur puisi, seperti rima atau irama, dan dinilai mengandung kekuatan gaib. Biasanya, pengucap mantra adalah dukun atau pawang, dengan tujuan untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Bahwa mantra atau “Jampe-Jampe“ sedemikian terkenal di kalangan warga Sunda pada saat itu, antara lain terlihat rekam jejaknya melalui Rubrik “Peperenian” di Majalah Mangle, terbitan tahun 1963.
Rubrik “Peperenian” ini berisikan tulisan “Jampe-Jampe” yang dikirimkan para pembaca Majalah Mangle. “Peperenian” memiliki arti sebagai barang yang sengaja disimpan untuk keperluan yang amat mendesak. Karena itu, punya sifat langka, tak boleh sembarangan diketahui umum, dan diyakini akan bermanfaat di kemudian hari.
Baca juga: 5 Jam Tidak Mau Turun dari Pohon Kelapa, Pemuda asal Sumbar Bikin Heboh Warga Cidahu Sukabumi
Salah satu “Jampe-Jampe” kiriman warga di Rubrik “Peperenian” Majalah Mangle pada 61 tahun silam itu, adalah “Jampe-Jampe mandi” yang berbunyi begini:
Nini warigul, aki warigul,
Kami amit arek mandi,
Neda cai nu suci,
Sakujur nu matak mancur cahaya
Sacakclak nu matak seda
Seok seda, seok sakti
Seok kadar majati
Baca juga: Truk Boks Tabrak Angkot di Sukalarang Sukabumi, 1 Penumpang asal Cianjur Meninggal Dunia
“Jampe-Jampe” kiriman warga lainnya adalah “singlar musuh” atau “Jampe-Jampe pengusir musuh”, yang begini bunyinya:
Curulung cai ti manggung,
Barabat ti awang-awang,
Cai tiis tanpa bisi,
Mun deuk nyatru ka si itu,
Mun deuk ngewa ka si eta,
Anaking palias teuing.
Baca juga: Bersama Dandim 0622, Kapolres Sukabumi Berikan Makanan Bergizi bagi Pelajar SDN 2 Palabuhanratu
Masih terkait dengan “musuh”, namun dalam “wujud lain”, seperti hantu dan segala macam “makhluk halus” lainnya, ada pula “Jampe-Jampe” kiriman warga bertajuk “singlar kana kunti”, atau “Jampe-Jampe pengusir kuntilanak atau hantu”. Begini bunyinya:
Pipinding angkat pandeuri,
Susuwai angkat ti heula,
Tutunggangan gajah dungki,
Ulah wuruk sudi gawe,
Aing nyaho ratu sia,
Bungbulang buah bongbolong.
Saat ini, dalam wujudnya sebagai “warisan” masa lalu, “jampe”jampe” yang pernah tertulis di Rubrik “Peperenian” itu, jelas merupakan kekayaan unik milik warga Sunda yang wajib dijaga kelestariannya.
Setidaknya, disimpan sebagai arsip sejarah, mengingat peran dan keberadaannya dalam kehidupan warga Sunda pada masa lalu.
Baca juga: Lowongan Kerja bagi Warga Sukabumi
Masa itu, “Google” pun belum terbayangkan bakal ada dan semerajalela begini...!!! (*)
*) Kin Sanubary, kolektor media lawas