SUKABUMITREN.COM - Muhammad Irfan, atau dikenal dengan panggilan “irfanpopish”, lahir di Cimahi, 31 Agustus 1990. Panggilan “irfanpopish” diambil dari nama akun media sosialnya, yang terinspirasi dari tulisan Alvin Yunata (Teenage Deathstar) di Majalah Trax. Tulisan ini mengulas tentang penyanyi asal Swedia, Jens Lekman, yang disebut Alvin: “bukan seorang ‘one night stand popish boy” di industri musik dunia.
Setelah menamatkan studinya di Jurusan Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Pasundan (Unpas), Bandung, pada 2012, Irfan sempat berkarir sebagai jurnalis profesional di Harian Umum Bandung Ekspres (Jawa Pos Group), dan kemudian Harian Umum Pikiran Rakyat pada 2014.
Irfan tetap menulis di sela kesibukan pameran di Taiwan
Baca juga: “Naha Kedah Stones”?
Kemampuan menulis diperoleh Irfan saat kuliah, dengan antara lain mengirimkan tulisan bertema musik ke laman gigsplay.com. Irfan memang memiliki minat dan ketertarikan khusus kepada musik dan budaya anak muda yang berhubungan dengan musik, terutama musik independen atau underground.
Seiring waktu, kegemaran akan musik ini membuahkan buku karya Irfan berjudul “Bandung Pop Darlings” pada 2019. Buku ini berisikan hasil pelacakan Irfan atas jejak perkembangan musik indie pop di Kota Bandung selama 20 tahun, mulai 1995-2015.
Karya Irfan lainnya adalah “Numpang Gandeng”, sebuah video esai tentang band underground di kalangan komunitas pekerja migran Indonesia di Taiwan. Juga, pertunjukan “Have You Ever Met Dao Ming Tse” di Museum Seni Rupa Taipei pada Januari 2024.
Irfan di tengah pengunjung pameran di Taiwan
Saat ini, Irfan berdomisili di Hsinchu, Taiwan, guna keperluan Studi Budaya Antar-Asia di National Yang Ming Chiao Tung University. Di negara ini pula, yakni di TheCube Project Space, Taipei, sejak 30 Agustus-28 Oktober 2024, Irfan menggagas dan menjadi kurator pameran bertajuk “Rocking Indonesia, The Cultural Legacy of The Rolling Stones in Bandung”.
Baca juga: Tunaikan Ibadah Jumat di Lokasi Indah, Unik, dan Ikonik: Masjid Sri Soewarto Cicurug Sukabumi
Di pameran ini, Irfan mengajak-serta sejumlah seniman dan praktisi seni kontemporer asal Bandung, yakni seniman suara Rama Saputra; seniman visual, Mufti “Amenk” Priyanka; seniman pertunjukan, Wawan Christiawan; dan kelompok Irama Nusantara.
Rama Saputra
Rama Saputra atau Ramaputratantra adalah artis dan produser musik Indonesia. Karya-karyanya banyak terkait dengan identitas sinkretis spekulatif, pemikiran artistik tentang suara elektronik sintetik “Synthdentity” (sintesis dan identitas) dalam musik, yang terinspirasi oleh suku atau mistisisme, serta kritik paska-kolonial terhadap kekuasaan.
Baca juga: Wafat Dalam Usia 65 Tahun, Jenazah Ekonom Senior Faisal Basri Dimakamkan Kamis Siang ini
Rama membangkitkan minat dan pengalamannya melalui pertunjukan, komposisi, serta kerjasama interdisipliner dengan peneliti, penari, pembuat film, dan seniman visual.
Rama juga menekuni kreasi dan program musik secara kolektif, band rock eklektik “Gaung”, proyek antar-artistik Taiwan-Indonesia Sundialll, program pengarsipan dan kuratorial Non-Aligned Sonic Cooperation (NASC), pertunjukan musik improvisasi Opus Jam (2017-2021), bagian dari festival improvisasi tahunan Sontak di Bandung, dan mitra label dari Catatan Sacred Bridge Foundation Tradisi (ID/UK).
Bagi peminat karya-karya Rama, bisa melihatnya di: http://ramasaputra.weebly.com/
Mufti “Amenk” Priyanka
Mufti Priyanka alias “Amenkcoy” atau “Amenk” adalah seniman grafis asal Bandung. Amenk gemar mengabadikan kondisi keseharian, yang bagi kebanyakan orang bisa jadi begitu sepele, remeh, tidak penting, kampungan, bahkan tabu. Namun, justru disitulah letak kepiawaian Amenk dalam berkarya.
Amenk selalu berhasil mengkonstruksi narasi paradoks tentang keseharian massa masyarakat perkotaan yang paling kompleks. Melalui karya seninya, Amenk merupakan seniman kontemporer. Berbagai parodi, intertekstualitas, kritik terhadap kemapanan ideologi atau budaya, ironi, pastiche, dan lain-lain, selalu ia tampilkan.
Seniman visual yang terkenal dengan kemampuannya memadukan teknik lukisan tinta dan komik ini, meninggal dunia di Bandung dalam usia 44 tahun pada 7 Juni 2024, karena sakit.
Saat itu, Almarhum tengah serius mempersiapkan keikutsertaan karya-karyanya dalam pameran “Rocking Indonesia, The Cultural Legacy of The Rolling Stones in Bandung”. Karena itu, pameran di TheCube Project Space, Taipei, ini sekaligus juga didekasikan bagi Almarhum Amenk.
Baca juga: Ungkap Kasus Kekerasan Terhadap Anak, 23 Anggota Polres Sukabumi Diganjar Penghargaan
Karya-karya abadi Amenk bisa dilihat di: https://indoartnow.com/artists/mufti-priyanka-a-k-a-amenk
Wawan Christiawan
Wawan Christiawan adalah seniman pertunjukan seni, musisi, dosen, dan penggemar The Rolling Stones. Tinggal dan bekerja di Bandung, Wawan tercatat mengajar di Jurusan Teater, Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Bandung, serta menjabat sebagai Direktur Artistik Pendidikan Ruang Seni Asbestos.
Wawan juga aktif berpartisipasi dalam beberapa program seni, seperti program Artist-in-residence 2000 ALCHEMY; Pertemuan Seniman dan Kurator Seni Media Baru Sedunia; Jaringan dan Teknologi Australia (ANAT), Queensland, Australia; dan 1999 ITBX-Curtin University, Sekolah Seni di Perth, Australia Barat.
Seni pertunjukan yang dihelat Wawan meliputi Undisclosed Territory pada 2010 di Solo; Seni Pertemuan di Hilsende, Jerman, 2009; Pertunjukan Duo Bersama Mimi Fadmi di Asbestos ArtSpace, Bandung, 2005; Simposium Seni Pertunjukan Asia Tenggara Pertama dan Festival Internasional Asiatopia ke-6 di Bangkok, Thailand, 2004; serta Studi Kinerja Internasional.
Karya-karya Wawan Christiawan bisa dilihat di: https://wchristiawan.blogspot.com/
Irama Nusantara
Irama Nusantara adalah kelompok yang bergerak dalam pelestarian serta pengarsipan data dan informasi musik populer Indonesia. Aktivitas ini didasarkan atas kesadaran akan pentingnya masyarakat untuk mengenal dan memahami musik modern Indonesia, sebagai bagian dari jati diri bangsa. Upaya yang dilakukan Irama Nusantara ini merupakan langkah awal dalam pengarsipan digital.
Saat ini, situs Irama Nusantara masih dalam tahap pengembangan. Masih banyak fitur yang belum diimplementasikan. Masih banyak pula antrian konten yang masuk ke perpustakaan Irama Nusantara. Kelompok ini juga memiliki impian untuk mengembangkan upaya-upaya lain pada waktu-waktu ke depan, demi kian lestari dan lengkapnya arsip data dan informasi musik Indonesia.
Situs Irama Nusantara bisa dilihat di: https://www.iramanusantara.org/ (*)