Pernah Ada Kebijakan “Nasi Djagung” Soekarno dan Lagu “Iwak Peyek”, Orang Indonesia Tetap Saja “Beras Melulu”

Kamis, 15 Aug 2024 18:49
    Bagikan  
Pernah Ada Kebijakan “Nasi Djagung” Soekarno dan Lagu “Iwak Peyek”, Orang Indonesia Tetap Saja “Beras Melulu”
Istimewa

Nasi Jagung

SUKABUMITREN.COM - Lagu “Iwak Peyek Nasi Jagung” ciptaan Abah Imron, yang dipopulerkan Trio Macan pada 2013, kini belum sepenuhnya hilang dari ingatan penggemar musik dangdut Tanah Air. Tapi, mungkin, sekarang, tak banyak lagi orang yang tahu, bahwa “nasi jagung” pernah jadi isu hangat pada sekitar tahun 1960-an di Indonesia. Rekam jejak sejarah isu itu, antara lain, tertulis di buku berjudul “Buku Masakan Indonesia Mustika Rasa”, terbitan 12 Desember 1960, yang dikoleksi Nata Sofia Rubianto.

Ibu rumah tangga, penyiar radio, dan praktisi kuliner yang tinggal di Cileunyi, Bandung, ini, mengunggah perihal buku setebal 1.215 halaman itu di akun FB-nya, @Nata Sofia Rubianto, pada Selasa, 13 Agustus 2024. Di unggahan itu, Nata menulis, “Buku ini adalah Resep Masakan Warisan Soekarno”.

undefined

Baca juga: Mengenang Selera 2 Bapak Bangsa: Soekarno Gemar Nasi Jagung, Hatta Menyukai Sayuran

Tentu, tak ada satu pun warga bangsa di negara ini yang tak kenal Soekarno. Tokoh kelahiran Peneleh, Surabaya, 6 Juni 1901, ini adalah satu dari dua nama yang paling sering disebut pada tiap bulan Agustus di Indonesia. Bersama Mohammad Hatta, Soekarno adalah Bapak Bangsa yang perannya dalam kemerdekaan Indonesia benar-benar tidak terbantahkan lagi.

Adalah Soekarno pula, yang semasa hidupnya, diketahui sangat menggemari nasi jagung. Makanan yang dulu banyak dikonsumsi penduduk desa ini, dipercaya mengandung serat, zat besi, dan vitamin A.

Baca juga: Jenuh Hidangan Rumahan? Olah Rasa Menu Djadoel “Sajur Belimbing Wuluh” yang Rasanya Waduh, Waduh, Waduh...!!!

Sebelum bisa disantap, proses yang harus dilalui untuk membuat nasi jagung lumayan panjang. Butuh waktu tiga hari untuk menjemur jagung, memipil, menumbuk, dan mengayaknya, serta dua malam untuk merendam di air bersih, meniriskan, dan menumbuk sampai halus.

Proses terakhir adalah diayak sampai halus, guna kemudian dimasak layaknya nasi, dan dihidangkan dengan lauk ikan, sambal terasi, serta sayur daun singkong atau sayur lodeh.

undefinedSoekarno

Baca juga: Agustus 1962 di Jakarta: Kala “Rakjat Ibukota Menjambut Perhiasan Baru jang Mempertjantik Kotanja”

Bisa jadi, kegemaran Soekarno akan “nasi jagung” itu pula yang kemudian membuatnya terinspirasi pada 1960-an untuk mengubah kebiasaan makan rakyat Indonesia. Dari “beras melulu” menjadi “beras, jagung, umbi-umbian, dan lain-lain”. Saat itu, Soekarno menjabat sebagai Presiden RI.

Sedemikian seriusnya upaya mengubah “kebiasaan makan” itu, sehingga sampai tertulis juga dalam kata sambutan Menteri Koordinator Pertanian dan Agraria, Brig.Djen. dr. Azis Saleh, di “Buku Masakan Indonesia Mustika Rasa”, yang dikoleksi Nata Sofia Rubianto.

undefined

Baca juga: Sensasi Dalam Seduhan Teh: Beda Nama, Beda Pula Rasa dan Aromanya

Tertulis dalam kata sambutan itu, “Penduduk Indonesia jang dalam tahun 1964 berdjumlah 103 djuta orang, pada pertengahan tahun 1965 akan berdjumlah 105.450.000. Produksi padi sadja, belum dapat mentjukupi djumlah konsumsi seluruh rakjat, sekalipun diusahakan kenaikan dengan djalan diatas.”

“Maka dari itu, Pemerintah telah mengambil suatu keputusan jang radikal revolusioner, jaitu merobah menu rakjat dari beras melulu, mendjadi beras, djagung, umbi2an, dll. Bahan makanan jang tumbuh di Indonesia ditambah dengan ikan dan daging.”

Baca juga: Resep Dian Kustiadi bagi Warga Papua, Diolah Rasa Teh Nata Jadi Hidangan Berselera: Ikan Nila Bumbu Kuning

Masih di kata sambutan yang sama, tertulis pula semacam “kewajiban” dari sebuah institusi bernama “Lembaga Teknologi Pangan”, yang harus dapat “membuat” makanan-makanan baru dari bahan-bahan yang ada di Indonesia.

“Seperti misalnja dinegara2 lain dari bonggol trate dan rumput laut dapat dibuat makanan rakjat. Di Indonesiapun masih banjak sekali bahan2 pertanian jang dapat menimbulkan bahan makanan jang sehat,” demikian tertulis di kata sambutan itu.

undefined

Baca juga: Masa Jaya Dongeng Sunda di Radio: Mendengarkan Tisna Suntara dan Andi R Djauhari di “Sempal Guyon Parahyangan"

Seiring “perintah” itu, maka tertulis juga di kata sambutan tersebut, perihal telah ditentukannya pedoman menu karbohidrat untuk seseorang dalam jangka waktu setahun lamanya.

Berdasarkan hasil Seminar Gizi pada Mei 1964, ditetapkan pedoman menu karbohidrat itu adalah: beras 81,1 kg, jagung 45.6 kg (equivalent beras), dan umbi-umbian 18,3 kg (equivalent beras).

Baca juga: Sambut HUT Kemerdekaan RI ke-79, Warga RW 003 Cibadak Sukabumi Buat Replika Alat Tempur dari Limbah Bekas

“Produksi bahan makanan harus disesuaikan dengan pedoman menu rakjat diatas,” demikian tertulis di kata sambutan itu.

undefined

Kini, 60 tahun berlalu sejak ditetapkan, bisa dipastikan: kebijakan itu telah gagal. Ketergantungan akan beras dari warga Indonesia belum juga padam.

Baca juga: Menembus Waktu 62 Tahun Lalu: Praktek Membuat “Manisan Djahe” ala Mangle Oleh Teh Nata

Stigma “belum makan kalau belum makan nasi” adalah contohnya. Padahal, pernah ada waktu di mana banyak warga di sini rutin menyanyi dan mendengarkan lagu ciptaan Abah Imron ini, “Iwak peyek, iwak peyek, iwak peyek, nasi jagung...” (*)

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

Hadapi Fenomena “Social Justice”, Ditreskrimsus Polda Jabar Gelar In-House Training Personil
Korupsi Rp 5,4 Miliar, 3 Mantan Pejabat RSUD Palabuhanratu Sukabumi Ditahan Polda Jabar
Dipindah ke Lapas Kebonwaru Bandung, Tersangka Korupsi PKBM Sukabumi Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Bang Ben Setelah 29 Tahun Kepergian: Seniman Komplit-Plit yang Sulit Terlupakan dan Sulit Tergantikan
Sebulan Kurang Sepekan, Dunia Hiburan Tanah Air Kehilangan 2 Artis Perempuan
Mobil Tabrak Sepeda Motor di Jalan Raya Sukabumi Bogor, 2 Pengendara Sepeda Motor Meninggal Dunia
Kabar Duka: Artis-Dosen-Politisi Marissa Haque Meninggal Dunia
Dalam 10 Hari, 2 Warga meninggal Tertabrak Kereta Api di Perlintasan Tanpa Palang Pintu di Sukabumi
Kesaksian Warga di Perlintasan Tanpa Palang Pintu, “Saya Sempat Teriak, Kereta, Kereta”
Tabrak Kereta Api Bogor-Sukabumi, Pengendara Sepeda Motor Berusia 13 Tahun Meninggal Dunia
Diduga Terjatuh Saat Ambil Bambu, Lelaki 63 Tahun Ditemukan Meninggal di Saluran Irigasi Cikopak Sukabumi
Dikeroyok dan Dianiaya 4 Remaja di Cikole Sukabumi, Pemicu Peristiwa Ternyata Korban Sendiri
Keroyok dan Aniaya Pengendara Sepeda Motor, 4 Remaja Belasan Tahun Diamankan Polres Sukabumi Kota
Cuaca Ekstrim Landa Sukabumi, Rumah Warga 4 Desa dan Lapas di Kecamatan Warungkiara Rusak
Cari Bibit Pecatur Anak Jalanan, Cibadak Catur Club Rutin Gelar Pertandingan di Emperan
KRYD Sabtu Malam Polres Sukabumi: Tindak Sopir-Kernet Mabuk, Pemuda Nongkrong, dan Angkutan Umum Berotator
Agar Hidup Tidak Semakin Pelik, Hindari Berkawan dengan Orang “Toxic”
Treatment di “Babylin Beauty Bar”: Bagi yang Ingin Secantik Selebgram dan Artis Tenar
6 Terduga Pelaku Penyerangan Pasar Cibadak Sukabumi Ditangkap Polisi, 1 Terduga Pelaku Berusia 16 Tahun
Serang Warga di Pasar Cibadak Sukabumi, Terduga Pelaku: “Emang Janjian Mau Perang”