SUKABUMITREN.COM - Di sebuah sudut cafe yang mengutamakan sajian menu artisan tea, atau teh premium, sayup-sayup aku dengar celoteh dari salah seorang di antara mereka, setelah menyeruput secangkir teh hangat,
“Ah, mantab. Aroma teh-nya mengingatkan seseorang yang....,” ujar orang tersebut.
Ya, menikmati secangkir teh hangat, memang tidak hanya menikmati sebuah minuman penghangat pada saat dingin, atau sekadar menemani ngobrol tanpa makan. Karena, ada banyak cerita yang tersaji dalam secangkir teh.
Seperti ketika pertama kali aku dikenalkan dengan single origin tea, atau teh yang dikemas secara benar dan tepat, karena diproduksi secara khusus. Salah satunya: teh kuning atau yellow tea.
Ketika menikmati yellow tea di sebuah rumah teh di kawasan Jakarta Selatan, kepalaku langsung dipenuhi ingatan akan masa lalu. Rasa dan aroma yellow tea mengingatkan aku ketika pertama kali ke luar negeri sebagai wartawan hiburan.
Saat itu, aku diajak oleh sebuah rumah produksi milik artis Marissa Haque, yang memproduksi serial TV berjudul "Kembang Setaman", dengan mengambil latar tempat di Negeri Tirai Bambu, China.
Penugasan itu selalu membekas dalam diriku, karena itulah penugasan pertama kali ke luar negeri. Yang kemudian disusul penugasan lain ke luar negeri juga.
Saat liputan tersebut, banyak hal yang bisa dinikmati, selain pemandangan alam dengan bangunan Indah dan megah seperti Tembok Cina, dan juga kuliner. Dan, yang tidak bisa dilupakan adalah: hampir tiap hari, dari pagi, siang, atau malam, selalu menikmati teh yang memang terkenal nikmat.
Kenikmatan dan aroma itulah yang tanpa sengaja bisa aku nikmati kembali dalam secangkir teh kuning hangat.
Baca juga: Kopi, Pandemi, dan Teh
Asal Yellow Tea
Pakar teh ternama Indonesia, Ratna Somantri, dalam bukunya,”he Story in A Cup of Tea", atau “Secangkir Kisah Pecinta Teh”, terbitan Transmedia, menulis yellow tea banyak diproduksi di Provinsi Anhul dan Hunan, China.
Teh ini diproses dalam waktu lama dan butuh kecermatan, sehingga jumlah produksinya pun tidak banyak, dan kurang populer bila dibandingkan dengan jenis teh lain, seperti teh hijau atau teh hitam.
Dalam bukunya yang lain, yakni “Tea Blending (Panduan Meracik Teh dengan Bunga, Buah, Herbal & Rempah)”, Ratna Somantri, yang juga Founder Indonesia Tea Institute, menyebutkan secara garis besar proses produksi teh kuning.
Yakni, mulai dari pelayuan, penghentian reaksi oksidasi, penggilingan dan pembentukan daun teh, daun teh dipanaskan, daun teh ditumpuk dan disekap saat masih panas, hingga pengeringan.
Meski kurang populer di masyarakat, teh ini mendapat tempat tersendiri di hati pecinta teh. Secara umum, aroma dan rasa teh ini lebih lembut dan sedikit lebih manis. Teh kuning yang paling terkenal adalah Junshan Yinzhe dari Provinsi Anhul, Cihna.
Pakar teh, yang juga owner House of Tea (HoT) di Cilandak, Jakarta Selatan, Satria Gunawan, alias Pak Gun, mengatakan, teh dari jenis Camelia Sinensis ini sudah banyak dikembangkan di Indonesia. HoT pun telah memproduksi yellow tea dari perkebunan teh di Cianjur.
“Saat ini, yellow tea sudah banyak diproduksi di Indonesia. Permintaan makin banyak, karena teh ini memiliki rasa dan aroma khas. Ada rasa manisnya dan lembut, sehingga aman untuk penikmat yang memiliki keluhan asam lambung,” ujar Pak Gun, mantan pilot yang kini lebih menekuni dunia teh, dengan membina petani teh di Indonesia.
Nah, teh apa yang Anda konsumsi tiap hari? Apa pun teh-nya, salam seruput teh Indonesia.
*) Adi Pamungkas, penikmat teh Indonesia