SUKABUMITREN.COM - Siapa tak ingin menjadi profesor atau guru besar? Di Indonesia, itu adalah jabatan yang luar biasa bergengsi. Sebab, tidak banyak orang yang mampu meraihnya. Jumlah profesor atau guru besar di Indonesia pada 2023, tercatat tidak seberapa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, yang mencapai 275 juta jiwa pada 2022.
Sebagaimana dikutip dari data yang diunggah akun Instagram @leideninstitute, 11 Juni 2024, jumlah profesor atau guru besar pada 2023 “hanya” mencapai sekitar 2,61 persen dari total 311.163 dosen aktif, atau sekitar 8.118 profesor, di seluruh Indonesia.
Baca juga: Ada 8.000-an Profesor di Indonesia pada 2023: Ini Cara Lacak Nama-Namanya
Demi menghormati para pemegang jabatan itu, nama-nama dari para profesor atau guru besar ini dapat dilacak dengan mudah oleh siapa pun di laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) di https://pddikti.kemdikbud.go.id/
Melalui laman ini, cukup dengan memasukkan nama, langsung dapat diketahui di mana seseorang menjadi dosen, beserta data singkat, riwayat pendidikan, dan riwayat mengajar.
Sementara, untuk mengetahui publikasi di jurnal internasional, dapat dilakukan pelacakan di Google Scholar melalui laman https://scholar.google.com/ atau tiap laman jurnal secara langsung.
Berkat mekanisme yang sedemikian transparan itu, maka keabsahan pemegang jabatan profesor atau guru besar pun benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Cara ini sekaligus juga untuk menutup kemungkinan seseorang dengan mudah “mengaku” dirinya sebagai profesor atau guru besar, tanpa diketahui rekam jejaknya sebagai dosen atau pengajar di institusi pendidikan tinggi.
Siapa pun dosen di Indonesia, pasti keberatan dengan klaim pengakuan semacam itu. Sebab, untuk meraih jenjang jabatan profesor atau guru besar di Indonesia, seorang dosen harus menempuh sejumlah syarat yang rumit, panjang, melelahkan, dan tidak mudah berikut ini:
- Gelar Doktor (S3). Memiliki gelar doktor dari perguruan tinggi terakreditasi
- Publikasi Ilmiah. Memiliki sejumlah publikasi di jurnal internasional bereputasi, seperti Scopus atau Web of Science. Misalnya, bagi Lektor Kepala, perlu menambahkan empat artikel di Scopus, di mana dua diantaranya dengan SJR (Scientific Journal Ranking) 0,4.
- Angka Kredit. Mengumpulkan angka kredit yang diperlukan berdasarkan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
- Pengalaman Akademik. Memenuhi syarat pengalaman mengajar dan membimbing mahasiswa, terutama pada tingkat doktoral.
- Syarat tambahan: menjadi penguji atau pembimbing program doktor, reviewer jurnal internasional bereputasi, atau penerima hibah penelitian sebagai ketua.
Baca juga: Berpenduduk 275,5 Juta Jiwa pada 2022, Ternyata Cuma Segini Jumlah Profesor di Indonesia
Dikutip dari dari Wikipedia, Jumat, 21 Juni 2024, pemerintah melalui Permenpan 46 Tahun 2023 (pasal 26 ayat 3) juga telah mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk mencapai jenjang profesor atau guru besar, yakni sebagai berikut:
- Ijazah Doktor (S3) atau sederajat
- Paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3)
- Karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi
- Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun
Terkait dengan syarat di atas, maka ditetapkan pula aturan sebagai berikut:
- Jabatan profesor hanya berlaku ketika yang bersangkutan berada di lingkungan akademik
- Apabila yang bersangkutan mengundurkan diri (atau diberhentikan) dari kampus, maka tidak berhak lagi menyandang jabatan profesor
- Jika seorang profesor sudah memasuki usia pensiun, maka jabatan profesornya otomatis hilang
Saat ini, seperti tertulis di laman http://www.bkn.go.id milik Badan Kepegawaian Negara (BKN), batas usia pensiun (BUP) bagi Pejabat Fungsional Peneliti Ahli Utama, Perekayasa Ahli Utama, serta Guru Besar atau Profesor adalah 70 tahun.
Ringkasnya, “pengakuan” dari seseorang, bahwa dirinya adalah profesor atau guru besar, tidaklah sah dijadikan pegangan legalitas hukum! Banyak sekali syarat dan aturan hukum yang menyertai dan mengawal jabatan bergengsi itu. (*)