SUKABUMITREN.COM - Perhelatan bertajuk “A Tribute to Mas Yos” berlangsung pada Rabu, 11 September 2024, di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 17, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Perhelatan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan “Hari Radio Nasional”, guna mengenang sosok Mas Yos, yang lengkapnya bernama Komodor Muda (Purn) R. Suyoso Karsono, selaku pelopor pendirian industri musik rekaman dan stasiun radio swasta niaga pertama di Indonesia.
Baca juga: KKM Kelompok 6 STKIP Bina Mutiara Sukabumi: Sukses Gelar Program Penanaman Bibit di Desa Titisan
Di acara yang berlangsung atas kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Panitia Pelaksana “A Tribute to Mas Yos” ini, dilaksanakan pula Pameran Arsip Sejarah Musik Indonesia Pasca-Kemerdekaan, dan peluncuran buku berjudul “Panggil Saya Mas Yos”.
Penulis dan para tokoh yang hadir di acara "A Tribute to Mas Yos"
Peluncuran buku dan pembukaan pameran diresmikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno. Hadir sejumlah tokoh nasional, artis, dan musisi di acara penuh kenangan ini. Semisal Prof. H. Emil Salim, S.E, M.A, Ph.D, KASAU RI 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, Widyawati, Marini, Aida Mustafa, Linda Djalil, Wim Bustami (Los Morenos), Ismet Januar (Arulan), Boy Masnait, Yan Masnait, Stanley Tulung, dan Ahmed Kurnia Soeriawidjaja.
Baca juga: Hujan Belum Turun, Warga 2 Kampung di Sukabumi Berburu Air ke Bantaran Sungai Cimandiri
Dalam sambutannya saat peluncuran buku “Panggil Saya Mas Yos”, Sandiaga Uno menyampaikan harapannya, agar buku ini tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, namun juga mampu menginspirasi para pembaca, khususnya generasi muda yang tertarik pada dunia musik dan radio.
“Saya mengharapkan, bahwa segala proses perjuangan Mas Yos yang luar biasa ini, tantangan yang dihadapinya di masa itu, hingga upaya kita untuk keberlanjutan industri ini di Indonesia, tetap terus dicari cara mengatasinya, terus bergairah dalam beradaptasi secara inklusif, dan terus-menerus bertahan dan maju berkembang dengan bentuk baru di era digital dan AI ini dengan baik,” tutur Sandiaga.
Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno
Baca juga: 11 September 79 Tahun Lalu, RRI Berdiri dan Setia Menginspirasi Indonesia dari Udara
Harapan serupa juga diutarakan Elshinta Suyoso, sebagai ahli waris mewakili keluarga Mas Yos, sekaligus penggagas “A Tribute to Mas Yos”. Elshinta mengharapkan, buku ini dapat menjadi sumbangsih berharga bagi industri musik rekaman dan radio Indonesia. Serta memperkaya wawasan khalayak tentang sejarah dan kiprah Mas Yos, yang telah mewarnai perjalanan musik rekaman dan radio di Tanah Air.
“Tidaklah mudah menghadirkan secara utuh gambaran tentang sosok Bapak kami, yang biasa disapa Mas Yos, dari kiprahnya sebagai ‘yang serba pertama’ dalam industri musik, rekaman, dan stasiun radio di Indonesia, ke dalam buku. Karena, bisa dicatat dari mana kita mau melihatnya, tergantung dari sisi mana kita memandangnya. Itulah sebabnya dilakukan wawancara dengan mereka, yang adalah para penyanyi, musisi, dan pengamat sebagai narasumber kunci, seperti yang ditemui dalam rangkaian bab di dalam buku ini,” urai Elshinta.
Pameran di acara "A Tribute to Mas Yos"
Baca juga: Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Mantan Kanit Resmob Polres Subang Jadi Tersangka
Mas Yos, Tokoh dengan Kisah Hidup Penuh Warna
Sebagaimana diuraikan Elshinta, sosok bernama lengkap Komodor Muda (Purn) R. Suyoso Karsono, atau akrab disapa Mas Yos, memang punya kisah hidup yang sangat penuh dengan warna. Lahir pada 18 Juli 1921 di Tanjungpandan, Kepulauan Bangka Belitung, setelah menyelesaikan sekolah di jurusan ekonomi pada 1942, Mas Yos melamar sebagai Shodanco untuk menjadi Penerbang Angkatan Udara.
Mas Yos kemudian diterima menjadi penerbang, dan terus aktif bertugas hingga pensiun pada 1962. Sejak bertugas di Angkatan Udara itu, Mas Yos sudah terlibat dalam kegiatan bermusik, dengan antara lain mendirikan grup musik bernama “Hawaian Lieve Souveniers” di Semarang.
Baca juga: Rampas Sepeda Motor dan Aniaya Anak di Bawah Umur, 2 Terduga Pelaku Ditangkap Polres Sukabumi Kota
Selepas masa tugasnya sebagai penerbang, Mas Yos mendirikan pula grup musik “Elshinta Hawaian Senior”, yang kemudian berubah namanya menjadi “Hawaian Senior”. Nama Elshinta diambil dari nama putri bungsunya, Eshinta Suyoso, yang kelak digunakannya pula sebagai nama Radio Elshinta di Jakarta.
Berkat aktivitas dan minatnya yang kuat dalam bidang musik tersebut, Mas Yos akhirnya memperoleh julukan “The Singing Commodore”. Kala itu, eksistensinya benar-benar tak bisa dilepaskan dari kegiatan musik jazz di Tanah Air.
Mas Yos, "The Singing Commodore"
Pada awal periode ’50-an, yakni pada 1951, Mas Yos untuk pertama kalinya membangun studio rekaman seluas dua kali tiga meter persegi, bernama Irama Records, di garasi rumahnya di Jalan H. Agus Salim Nomor 65 (sekarang Nomor 119), dan di Jalan Besuki Nomor 23, Jakarta Pusat.
Irama Records adalah studio rekaman berlabel pertama di Indonesia. Irama Records juga menjadi pelopor dalam industri rekaman piringan hitam modern dari shellac ke vinyl, yang mewarnai dunia musik Indonesia.
Baca juga: Tangkap 3 Pelaku, Polres Sukabumi Temukan dan Kembalikan Sepeda Motor Warga yang Hilang Dicuri
Album rekaman yang pertama kali diproduksi Irama Records adalah album dari pianis Nick Mamahit, yang berpasangan dengan Dick Abel (gitar), Dick van der Capellen (drum), dan Max van Dalm (bas). Setelah itu, Irama Record juga merilis sejumlah album rekaman musisi jazz lainnya, seperti Jack Lesmana, Mus Mualim, dan Bubi Chen.
Mas Yos dan aktivitas bermusiknya
Seiring waktu, studio rekaman ini kemudian juga tumbuh menjadi tempat berkumpulnya penyanyi dan musisi berbakat, serta berperan sangat signifikan dalam penyebaran musik lokal ke seluruh penjuru Nusantara dan mancanegara.
Setelah Irama Records, Mas Yos juga mendirikan studio rekaman J&B dan Elshinta Records. Bersama tiga studio rekaman miliknya itu, Mas Yos pun aktif terlibat sebagai produser, penyanyi, broadcaster, dan pengembang bakat yang merekam suara dan musik para penyanyi dan musisi legendaris Indonesia.
Sebut saja diantaranya adalah Nick Mamahit, Sam Saimun, Nien dan Jack Lesmana, Bubi Chen, Nurseha, Titiek Puspa, Mus Mualim, Bing Slamet, Rachmat Kartolo, Joppie Item, Orkes Gumarang, Orkes Arulan, Oslan Husein, Waldjinah, Marini, Henny Poerwonegoro, Lilies Suryani, Koes Bersaudara, Usman Bersaudara, Bob Tutupoly, Kris Biantoro, Aida Mustafa, Widyawati (Trio Visca), Dara Puspita, Harvey Malaihollo, The Elshinta Hawaiian Seniors, Masnait Group, serta masih banyak lagi penyanyi dan musisi lainnya.
Album rekaman hasil produksi studio Mas Yos
Baca juga: Bawa Karya Budaya dari Bandung ke Taiwan, Simak Rekam Jejak Muhammad Irfan dan Kawan-Kawan Seniman
Kecintaannya pada musik itu pula yang kemudian mendorong Mas Yos mendirikan Radio Elshinta di Jakarta pada 14 Februari 1968. Radio swasta niaga pertama pada jalur AM di Indonesia ini, saat itu memiliki program khusus untuk musik jazz.
Setelah Elshinta, Mas Yos juga mendirikan Radio Suara Irama Indah pada jalur FM Stereo. Dua stasiun radio swasta niaga pertama itu, berhasil menjadi bagian penting yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya dalam penyebaran musik dan informasi di Indonesia.
Baca juga: “Naha Kedah Stones”?
Seluruh kisah kepeloporan itu kini masih terasa memberikan dampak signifikan bagi sejarah perjalanan musik, industri rekaman, dan juga radio di negara ini.
Perhelatan "A Tribute to Mas Yos" di Jakarta
Mas Yos-lah yang mengawali ekonomi kreatif di dunia musik, industri rekaman, dan radio pada era paska kemerdekaan Indonesia, sejak 1951 hingga kini, melalui label rekaman piringan hitam: Irama, J&B, dan Elshinta, serta radio komersial Elshinta Broadcasting System dan radio Suara Irama Indah.
Karena itu, wajar, bila bertepatan dengan “Hari Radio Nasional” pada 11 September 2004, dihelat acara bertajuk “A Tribute to Mas Yos”. Tokoh yang wafat dalam usia 63 tahun di Jakarta, 26 Oktober 1984, ini, adalah pembuka jalan bagi para pelaku seni musik berbakat dan para praktisi media, khususnya rekaman dan radio, mulai dari era analog hingga ke era digital saat ini. (*)