Dari Era Pak Harto Hingga Presiden Joko Widodo, Tanah di Km 18 Makassar Tak Juga Kembali ke Ahli Waris Tjoddo

Kamis, 25 Jul 2024 23:14
    Bagikan  
Dari Era Pak Harto Hingga Presiden Joko Widodo, Tanah di Km 18 Makassar Tak Juga Kembali ke Ahli Waris Tjoddo
Istimewa

Abd. Jalali Dg. Nai, ahli waris tanah Almarhum Tjoddo bin Laumma

SUKABUMITREN.COM - Bila Abd. Jalali Dg. Nai akhirnya sampai nekat berunjuk-rasa seorang diri di Jakarta, bisa jadi karena ahli waris tanah Almarhum Tjoddo bin Laumma itu telah benar-benar didera lelah luar biasa dalam memperjuangkan kembalinya tanah miliknya itu. Inilah salah satu kasus sengketa tanah dengan durasi waktu yang terhitung paling lama di Indonesia, atau bahkan mungkin di dunia.

Hingga hari ini, Kamis, 25 Juli 2024, kasus sengketa tanah itu telah berlangsung lebih dari 30 tahun lamanya, mulai saat jabatan Presiden RI masih digenggam Pak Harto, dan sampai kini oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sedemikian lamanya, sehingga kasus sengketa tanah ini sudah diketahui oleh mayoritas penduduk asli Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Mengapa bisa begitu? Ya, karena lokasi tanah sengketa ini terletak di salah satu titik paling strategis di Kota Anging Mamiri, yakni di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar. Memiliki luas tidak main-main, yakni 5,74 hektar, tanah di Persil 6 D I itu, sejak 1910, berdasarkan Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanggal 24 September 1960, tercatat atas nama Tjoddo bin Laumma.

Baca juga: Penuhi Panggilan Polda Sulsel, Ini 3 Surat yang Bikin Daeng Nai Yakin Menang Lawan Indogrosir Makassar

Seiring dengan meninggalnya Tjoddo pada 1955, kepemilikan tanah itu berpindah ke tangan ahli warisnya, Abd. Jalali Dg. Nai, yang hingga sekitar tahun 1990 masih aktif bekerja di sebuah maskapai penerbangan di Bandara Sultan Hasanudin, Makassar. Dan, pada sekitar tahun 1990 itulah, Haji Andi Mattoreang, alias Karaeng Ramma, melakukan tindak pengusiran paksa atas Dg. Nai dari tanah di Kilometer 18 itu.

Pengusiran paksa dilakukan dengan berbekal Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157 Persil 6 D I Kohir 51 C I, atas nama Tjonra Karaeng Tola, ayahanda Karaeng Ramma. Surat ini merupakan hasil “kawin paksa” atas dua surat kepemilikan tanah, yakni Persil 6 D I di Kilometer 18 atas nama Tjoddo, dan Kohir 51 C I atas nama perempuan bernama Sia di Kilometer 17.


Lokasi sengketa di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar

Pendudukan paksa atas tanah di Kilometer 18 itu, kemudian dilakukan pula oleh tiga serangkai: Dr. Indrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali. Dengan menggunakan SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warow dari Kilometer 20, ketiganya membangun paksa 128 unit rumah dalam sebuah kompleks perumahan di tanah Kilometer 18, milik ahli waris Almarhum Tjoddo.

Pendudukan paksa oleh Dr. Indrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali ini kemudian digugat oleh Haji Andi Mattoreang, alias Karaeng Ramma, pelaku perampasan paksa pertama atas tanah di Kilometer 18 tersebut.

Gugatan ini dimenangkan Karaeng Ramma, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang No. 86/Pts.Pdt.G/1997/PN.Uj.Pdg, yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Ujung Pandang No. 397/PDT/1998/PT.UJ.PDG, serta Putusan Kasasi No. 3223 K/Pdt/1999, dan Putusan Peninjauan Kembali No.551 PK/Pdt/2002, yang Inkrah tanggal 29 Januari 2004.

Namun, seiring dengan kemenangan itu, ada laporan pidana atas Karaeng Ramma, yang diduga telah memalsukan dokumen Persil 6 dan 29 D1, serta Kohir 51 C1, atas nama ayahnya, Tjonra Karaeng Tola.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen, Nomor Lab: 25/DTF/2001, disebutkan: Surat Rintjik Nomor 157 Persil 6 D I Kohir 51 C I atas nama Tjonra Karaeng Tola dinyatakan “tidak sesuai dengan jenis kertas dan tinta penerbitan surat rintjik tersebut”, yakni pada tahun 1939.

Atas laporan itu, Karaeng Ramma kemudian ditangkap dan ditahan sebagai tersangka, serta diadili sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Makassar. Namun, perkara ini tidak sempat diputus, karena terdakwa Karaeng Ramma meninggal di tahanan, akibat mengalami sakit stroke. Bukti hukum atas dihentikannya perkara ini tertuang dalam Putusan Pidana No. 783/PID.B/2001/PN.MKS, tanggal 19 Desember 2005.

Seiring berjalannya waktu, Achmad Reza Ali kembali melakukan gugatan terhadap keluarga Karaeng Ramma. Karena Karaeng Ramma telah meninggal dunia, maka gugatan ini ditujukan kepada Karaeng Lino dan kawan-kawan.

Ketika berperkara untuk kedua kalinya dengan keluarga Karaeng Ramma ini, Achmad Reza Ali menggunakan dokumen kepemilikan tanah di Kilometer 18, berupa 128 SHM fotokopi atas nama Achmad Reza Ali. Dokumen dengan Nomor 37 hingga 164 ini telah dilegalisir sesuai aslinya, dan terlampir dalam berkas perkara tersebut.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 133/Pdt.G/2003/PN.Mks, tanggal 19 Mei 2003, yang diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi Makassar No. 46/Pdt.G/2004/PT.Mks, tanggal 11 Mei 2004, serta Putusan Mahkamah Agung RI No. 345 K/Pdt/2005, perkara perdata antara Achmad Reza Ali melawan Karaeng Lino dan kawan-kawan ini, dimenangkan oleh Karaeng Lino dan kawan-kawan.

Baca juga: Tanah di Makassar Dirampas Paksa Mafia, Ahli Waris Tjoddo Gelar Unjuk Rasa Seorang Diri di Jakarta



Walau nyata-nyata menang, namun Karaeng Lino dan kawan-kawan akhirnya terjerat perkara pidana, karena terbukti berperkara melawan Achmad Reza Ali dengan menggunakan Surat Rintjik (Simana Boetaja) Nomor 157, Persil 6 D I Kohir 51 C I, atas nama Tjonra Karaeng Tola.

Sebab, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen, Nomor Lab: 25/DTF/2001, Surat Rintjik itu telah dinyatakan “tidak sesuai dengan jenis kertas dan tinta penerbitan surat rintjik tersebut”, yakni pada tahun 1939.

Selanjutnya, berdasarkan Putusan Pidana Pengadilan Negeri Makassar No. 25/Pld.B/2010/PN.MKS, tanggal 22 November 2010, Karaeng Lino dan kawan-kawan dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana “Dengan sengaja menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan, sehingga dapat mendatangkan kerugian”, sebagaimana diatur dalam Pasal  263 ayat 2 KUHP.

Hakim kemudian menjatuhkan pidana  6 (enam) bulan penjara, dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun, kepada Karaeng Lino dan kawan-kawan.

Namun, walau vonis hukuman atas kasus pemalsuan itu sudah dijatuhkan Hakim, faktanya: Surat Rintjik Persil 6 D I Kohir 51 C I yang sudah diputuskan palsu itu, tetap “hidup”.

Kondisi tidak jauh berbeda juga terjadi atas SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warow dari Kilometer 20. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor 86/PDT/G.97/PN.UP, tanggal 9 Mei 1993, SHM 490/1984 atas nama Annie Gretha Warow itu resmi dibatalkan, karena terbukti digunakan di lokasi yang bukan peruntukannya di Kilometer 18.

Pembatalan itu ditindak-lanjuti Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,  Kantor Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan menarik sertifikat tersebut dari peredaran, pada 16 April 2015.

Walau nyata-nyata sudah “mati”, namun nama pemegang SHM 490 ini, yakni Annie Gretha Warow, terbukti tetap tertulis sebagai pemegang hak atas tanah seluas 29.321 meter persegi di SHM 25952, terbitan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, tanggal 21 Agustus 2014.

Tertulis sebagai “Penunjuk” di SHM 25952 itu, adalah “Sebidang Tanah Bekas Tanah Milik Indonesia Persil Nomor 6 D1, Kohir 51 C1”. Padahal, Persil 6 D1 adalah milik Tjoddo, dan Kohir 51 C1 adalah milik Sia.

Kurang dari satu tahun setelah terbitnya SHM 25952, yakni pada 13 April 2015, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar kembali menerbitkan SHGB  21970, dengan luas tanah 29.321 meter persegi, atas nama M. Idrus Mattoreang dkk.

Penunjuk yang tertera di SHGB Nomor 21970 ini, adalah SHM Nomor 25952 [Bekas Hak Milik Nomor 490/Bulurokeng].

Dan, tepat satu tahun setelah terbitnya SHGB 21970 ini, yakni pada 13 April 2016, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar kembali menerbitkan SHGB dengan nomor yang sama, yakni 21970, dengan pemegang hak: 54 Ahli Waris Keluarga Tjonra Karaeng Tola. Sementara, tertulis sebagai Penunjuk adalah “Bekas Hak Milik 490 Bulurokeng”.

Sebagaimana diketahui, “Bekas Hak Milik 490 Bulurokeng” adalah milik Annie Gretha Warow di Kilometer 20. Jadi, semestinya, para ahli waris Annie Gretha Warow-lah yang tertulis sebagai pemegang hak atas tanah di SHGB 21970, dan bukan 54 ahli waris keluarga Tjonra Karaeng Tola.

Berdasar seluruh fakta hukum tersebut, maka mutlak bisa dipastikan, bahwa ahli waris Almarhum Tjoddo telah menjadi korban di tanahnya sendiri. Sebab, obyek yang diperebutkan dalam aksi saling gugat antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola dengan Dr. Indrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali, adalah tanah yang sah milik ahli waris Almarhum Tjoddo, di Kilometer 18.

Kepemilikan yang sah ahli waris Almarhum Tjoddo atas tanah di Kilometer 18 itu, juga diperkuat oleh tiga surat keterangan yang ditandatangani Lurah Pai, yang secara jelas menyebutkan, bahwa tanah di Persil 6 D1 Kohir 54 C1 Blok 157 Lompo Pai di Kilometer 18 itu tercatat atas nama almarhum kakeknya, Tjoddo.

Ketiga surat keterangan itu memperkuat keterangan dalam Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanggal 24 September 1960, bahwa tanah di Persil 6 D I di Kilometer 18 itu tercatat atas nama Almarhum Tjoddo, dan tidak pernah diperjual-belikan kepada siapa pun, termasuk kepada Keluarga Tjonra Karaeng Tola.

Namun, pada 21 Agustus 2014, tanah itu telah dibeli oleh PT Inti Cakrawala Citra [ICC], perusahaan pemilik dan pengelola Indogrosir, dari ahli waris Almarhum Tjonra Karaeng Tola.

Melalui keterangan yang pernah dirilis pada 26 Mei 2023, Legal Manager PT ICC, Inriwan Widiarja, mengatakan, bahwa pembelian tanah itu sah secara hukum. Sebab, berdasarkan empat putusan pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, telah secara resmi menetapkan Ahli Waris Tjonra Karaeng Tola sebagai pemilik atas tanah di Kilometer 18 itu.

Berdasar penetapan hukum itu pula, PT ICC pun tetap bersikukuh pada keyakinannya, bahwa tanah itu adalah hak milik dari Ahli Waris Keluarga Tjonra Karaeng Tola, yang mereka beli  dengan dasar kepemilikan tanah berupa SHGB 21970 terbitan 13 April 2016.

Di SHGB 21970 terbitan 13 April 2016 ini, memang tertulis: pemegang hak adalah 54 Ahli Waris Keluarga Tjonra Karaeng Tola. Sementara, tertulis sebagai Penunjuk adalah “Bekas Hak Milik 490 Bulurokeng”. 

Namun, “Bekas Hak Milik 490 Bulurokeng” adalah milik Annie Gretha Warow di Kilometer 20. Jadi, semestinya, para ahli waris Annie Gretha Warow-lah yang tertulis sebagai pemegang hak atas tanah di SHGB 21970, dan bukan 54 ahli waris keluarga Tjonra Karaeng Tola.

Di atas segalanya, tanah di Kilometer 18 itu, dengan segenap bukti surat yang menyertainya, adalah milik ahli waris Almarhum Tjoddo. Semestinyalah, hukum dan penegak hukum di Tanah Air berpihak kepada pewaris sah tanah itu, yang telah terusir paksa sejak 1990 silam. (*)

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

PT  KAI Gelar Pengobatan Gratis, Ratusan Warga Serbu Rail Clinic di Stasiun Cisaat Sukabumi
Usia Kepala 6 Masih Korupsi, Kepala PKBM Sukabumi Terancam Hukuman 20 Tahun Dalam Bui
Hadapi Fenomena “Social Justice”, Ditreskrimsus Polda Jabar Gelar In-House Training Personil
Korupsi Rp 5,4 Miliar, 3 Mantan Pejabat RSUD Palabuhanratu Sukabumi Ditahan Polda Jabar
Dipindah ke Lapas Kebonwaru Bandung, Tersangka Korupsi PKBM Sukabumi Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Bang Ben Setelah 29 Tahun Kepergian: Seniman Komplit-Plit yang Sulit Terlupakan dan Sulit Tergantikan
Sebulan Kurang Sepekan, Dunia Hiburan Tanah Air Kehilangan 2 Artis Perempuan
Mobil Tabrak Sepeda Motor di Jalan Raya Sukabumi Bogor, 2 Pengendara Sepeda Motor Meninggal Dunia
Kabar Duka: Artis-Dosen-Politisi Marissa Haque Meninggal Dunia
Dalam 10 Hari, 2 Warga meninggal Tertabrak Kereta Api di Perlintasan Tanpa Palang Pintu di Sukabumi
Kesaksian Warga di Perlintasan Tanpa Palang Pintu, “Saya Sempat Teriak, Kereta, Kereta”
Tabrak Kereta Api Bogor-Sukabumi, Pengendara Sepeda Motor Berusia 13 Tahun Meninggal Dunia
Diduga Terjatuh Saat Ambil Bambu, Lelaki 63 Tahun Ditemukan Meninggal di Saluran Irigasi Cikopak Sukabumi
Dikeroyok dan Dianiaya 4 Remaja di Cikole Sukabumi, Pemicu Peristiwa Ternyata Korban Sendiri
Keroyok dan Aniaya Pengendara Sepeda Motor, 4 Remaja Belasan Tahun Diamankan Polres Sukabumi Kota
Cuaca Ekstrim Landa Sukabumi, Rumah Warga 4 Desa dan Lapas di Kecamatan Warungkiara Rusak
Cari Bibit Pecatur Anak Jalanan, Cibadak Catur Club Rutin Gelar Pertandingan di Emperan
KRYD Sabtu Malam Polres Sukabumi: Tindak Sopir-Kernet Mabuk, Pemuda Nongkrong, dan Angkutan Umum Berotator
Agar Hidup Tidak Semakin Pelik, Hindari Berkawan dengan Orang “Toxic”
Treatment di “Babylin Beauty Bar”: Bagi yang Ingin Secantik Selebgram dan Artis Tenar